20. Sang Oportunis

Hari Kelima (5/18)

Oportunis, sebuah istilah yang entah mengandung makna negatif atau sebaliknya. Saya pernah kelaparan di kosan, tabungan habis, uang receh yang terkumpul pun tak mencapai angka 1000, jadinya saya beralasan main ke rumah kenalan, kemudian pulang dengan perut kenyang karena disuruh makan di sana. Apakah itu sikap oportunis? Mungkin. Pernah juga saat jalan-jalan di Bandung, mampir di salah satu pusat oleh-oleh, lalu dengan hati berbunga-bunga mencoba semua penganan tradisional yang tersedia, toh sang pemilik toko cuek-cuek saja. Apakah itu juga sebuah perilaku oportunis? Kemungkinan besar iya.

Entah dari sudut mana kita memandang oportunisme, terkadang sikap ini benar-benar bisa menyelamatkan hidupmu. Atau dalam kasusku, mengenyangkan perut kosong! Kedengarannya memang seperti ‘sang pengambil untung tak tahu malu’, tapi saya dan kenalanku ini sudah seperti keluarga, dan beliau selalu menyuruhku makan tiap kali main ke rumahnya, bahkan saat dompetku lagi tebal-tebalnya. Kejadian di Bandung itu juga berakhir manis: saya membeli keripik tempe, walaupun hanya setengah kilo—itupun masih patungan sama teman. Haha. Continue reading

Yoo Ramai-ramai ke Pantai Maramai

Pantai MaramaiMinggu pertama di bulan September benar-benar melelahkan. Rasanya cukup aneh memulai bulan ini bukan dengan rasa ceria, seperti yang selama ini menjadi jargon andalannya. Setelah liburan penuh semangat ke Pantai Pasir 6 dan Pantai Skouw Sabtu kemarin, seminggu penuh kami bergelut dengan kesibukan kantor sekaligus rapat dan mengurusi berbagai keperluan kompetisi Spelling Bee yang, terima kasih Tuhan, hari ini telah kami tuntaskan. Acaranya sukses besar dan benar-benar menguras tenaga—dalam arti sebenarnya karena saya dengan suka rela mengangkat meja, kursi, serta pengeras suara super besar dari lantai tiga ke tempat parkir. Ya, anggap saja fitnes secara akhir-akhir ini saya sering bolos. Continue reading

Beach Skouw: A Place for a Special Dreamer

Pantai Pasir 6 dan Skouw1Serene; Alone; Distant; Words which reflect a dream for those who love to enjoy loneliness. Well, perhaps loneliness is a strong word for people who are alone are not automatically lonely. Maybe one likes to stay in his room and does whatever he loves to do. Maybe two people, alone, feel like being together and don’t mind others’ business. Or maybe five people who, at that time, wanted to be an outcast just for once in their lives, trying to find a serene and distant place where some of them finally found that one of their precious dreams had come true. Continue reading

Berlayar ke Kampung Bukisi (Bagian 3)

Bukisi2Hari sudah mulai gelap saat saya terbangun. Tampak langit membiru tua dari balik jendela, perlahan-lahan berganti warna lembayung. Saya bangkit lalu duduk dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur. Kepala agak pening, kulit pun serasa panas dan lengket karena belum dibilas air tawar. Saat kembali ke penginapan tadi, saya langsung terlelap akibat kelelahan berenang serta kurangnya tidur semalam. Segera saya ambil hamduk dan sabun di tas, kemudian menuju kamar mandi yang terletak di bawah. Terdapat dua bilik, tapi hanya satu yang bisa dipakai. Walaupun semua ala kadarnya, air bersih di Bukisi sangat lancar dan melimpah. Mengalir tanpa henti dan terasa segar di kulit. Tak tahu dari mana air ini berasal, yang pastinya seakan takkan pernah habis. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan rumahku di kota yang hanya dialiri air dua kali seminggu. Itu pun terkadang seminggu penuh tidak ada air sama sekali hingga harus beli air tangki sekian liter. Continue reading