Berlayar ke Kampung Bukisi (Bagian 3)

Bukisi2Hari sudah mulai gelap saat saya terbangun. Tampak langit membiru tua dari balik jendela, perlahan-lahan berganti warna lembayung. Saya bangkit lalu duduk dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur. Kepala agak pening, kulit pun serasa panas dan lengket karena belum dibilas air tawar. Saat kembali ke penginapan tadi, saya langsung terlelap akibat kelelahan berenang serta kurangnya tidur semalam. Segera saya ambil hamduk dan sabun di tas, kemudian menuju kamar mandi yang terletak di bawah. Terdapat dua bilik, tapi hanya satu yang bisa dipakai. Walaupun semua ala kadarnya, air bersih di Bukisi sangat lancar dan melimpah. Mengalir tanpa henti dan terasa segar di kulit. Tak tahu dari mana air ini berasal, yang pastinya seakan takkan pernah habis. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan rumahku di kota yang hanya dialiri air dua kali seminggu. Itu pun terkadang seminggu penuh tidak ada air sama sekali hingga harus beli air tangki sekian liter. Continue reading

Berlayar ke Kampung Bukisi (Bagian 2)

BukisiBon-bon dan saya sekamar di ujung kiri, Nyonya K dan mba Filipin di tengah, sementara bos besar Mas AG eksklusif dapat yang kanan untuk dirinya sendiri. Kami tak mau berlama-lama di penginapan karena hendak langsung menuju pertunjukan sesungguhnya dari wisata kali ini. Segera setelah menaruh barang, kami kembali ke dermaga dimana Karel sudah menunggu. Asal tau saja, kamar kami tidak bisa dikunci. Tapi kami tidak khawatir ada barang yang hilang, soalnya penduduk setempat sangat menjaga kepercayaan pengunjung. Tahun lalu saja, dompet teman yang tertinggal di kursi depan kamar tidak disentuh sama sekali. Dimana lagi coba bisa berwisata dengan tingkat keamanan setinggi ini? Continue reading