Ber-5 ke Pantai Pasir 6

Pantai Pasir 6 dan SkouwPernahkah kalian membuat sebuah perjanjian tanpa tanda legalitas? Hanya berdasar pada asas kepercayaan? Itu pun kepada orang yang baru saja dikenal. Hufff..itu lah yang kami lakukan, saya dan Mba Filipin. Kami nekad pergi mencari orang yang menyediakan perahu cepat untuk disewa. Awalnya kami bingung karena begitu banyak rumah panggung yang berdiri di atas pantai; entah keluarga mana yang memiliki perahu. Yang pastinya salah satu dari penghuni Kampung Vietnam (saya sendiri tidak tahu kenapa namanya seperti ini kalau kalian bertanya) ini mau lah menyewakan. Setelah tanya kiri-kanan, akhirnya kami berakhir di rumah paling ujung, dijamu oleh tuan rumah bernama Bapak P.

???????????????????????Beliau mengaku telah sering mengantar banyak penyewa, bahkan hingga ke negara tetangga (PNG). Ya, memang pada saat tampilan perahunya yang diparkir di belakang rumah ditunjukkan, rasanya memang pantas dipercaya. Jadilah kami nego harga setelah saya beri tahu beliau bahwa kami akan menyewa perahunya seharian untuk pergi ke dua pantai sekaligus. Selesai hitung-hitungan, akhirnya kami sepakat dengan harga sejuta untuk bensin. Sedang untuk harga jasa, terserah mau beri berapa. Mba Filipin pun mengeluarkan dana dan menyerahkannya pada istri Bapak P, tanpa surat perjanjian, maupun tanda tangan. Saya ga tahu apakah kami terlalu naïf atau hanya sekedar berserah diri bahwa beliau akan memenuhi janjinya besok pagi menjemput kami dengan perahunya. Semoga.

……………………………………………………………

???????????????????????“Halo, selamat pagi Bapak P” sapa saya saat telepon diangkat. “Iya pagi” balas pria di seberang. “Sa yang kemarin datang ke bapak pu rumah untuk sewa perahu”*1 kata saya, berharap beliau tidak berkilah. “Oh iyo, ade. Bagemana? Su siap? Mo jemput jam berapa?”*2 sahutnya yang, terima kasih Tuhan, sangat melegakan—Tahu saja bagaimana rasanya menyerahkan duit segitu pada orang yang baru dikenal. “Ini tong su siap bapak. Tong tunggu di pante DOK 2 ujung yang ada tangga-tangga tuh”*3 kata saya girang. “Oke sudah. Bapak jemput sekarang”*4 tutupnya. Saya pun menginfokan pada teman-teman untuk bersiap karena Kampung Vietnam tak begitu jauh dari posisi kami sekarang.

???????????????????????Tak lama sebuah perahu tampak dari kejauhan, melaju ke arah kami. Sinar matahari Jayapura yang terang-benderang menyulitkan mata untuk melihat sang pengendara. Maklum terlalu banyak perahu yang lalu lalang di pagi ini, jadinya kami harus memastikan yang mana jemputan kami. Perahu semakin mendekat dan saya langsung mengenali wajah yang sedikit tidak ramah itu, Bapak P. Tampilannya memang garang, dengan kulit hitam yang khas serta kumis dan janggut ala hutan belantara. Tapi semoga orangnya enak diajak bicara :D. Saya pun membantu Bon-bon dan Bang Def (sang karyawan baru dengan aksen Janglish alias Java English yang kental) mengangkat barang ke dalam perahu. Nyonya K dan Mba Filipin pun ikut membantu dengan mengangkat badan besar mereka sendiri ke dalam perahu. Hehehehe. Setelah semua duduk rapi, perahu pun melaju meninggalkan dermaga.

SAMSUNG CAMERA PICTURESBagi yang sudah pernah ke Jayapura pasti tahu lah bagaimana terik serta silaunya matahari, bahkan pada jam setengah enam pagi! Apalagi perahu bergerak ke Timur, tepat ke arah matahari yang lagi senam pagi. Kami segera mengoleskan tabir surya setebal-tebalnya serta mengenakan kacamata hitam. Saya pribadi ga masalah kulit jadi hitam, secara saya orang Ambon-Jayapura, tapi perih karena terbakar sinarnya itu lah yang saya hindari. Seraya melewati beberapa kapal barang serta bagan (kapal pencari ikan), ombak yang menerjang tak begitu berarti. Hanya riak yang menubruk haluan. Begitu pun saat melewati Tanjung Kayu Batu yang menyembunyikan dua pantai kecil, dan menuju perairan Samudera Pasifik. Gelombang-gelombang besar yang sempat kami nikmati saat ke Bukisi beberapa minggu lalu ternyata hampir nihil.

SAMSUNG CAMERA PICTURESNgomong-ngomong pantai yang akan kami kunjungi ini adalah Pantai Pasir 6 yang terletak cukup di luar kota. Pantai yang masih sepupuan dengan Pantai Base-G dan Pasir 2 ini sebenarnya bisa dijangkau dengan jalur darat, tapi treknya melewati hutan-sesemakan serta harus menuruni bukit dengan ketinggian yang cukup membuat jantung berpompa kencang. Makanya kami lebih memilih jalur laut. Lagipula perahu sewaan kali ini tampak “satu juta” kali lebih baik dengan tempat duduk yang benar-benar tempat duduk, bukan sekedar papan yang ditata. Lebih jauh mengenai Pantai pasir 6, sebenarnya pantai ini tidak seterkenal dua sepupunya. Hanya segelintir orang—penggila pantai, orang berperahu, pencinta alam, penjelajah—yang tahu lokasinya. Pun pantai ini tidak pernah masuk daftar tempat wisata bagi keluarga serta acara dangdutan ala kantor pemerintah. Wajar saja. Soalnya lokasi, transportasi, serta biaya tidak begitu mendukung.

SAMSUNG CAMERA PICTURESPerahu berlayar membelah air yang biru donker. Di sisi kiri kami terlihat Base-G dengan garis pantainya yang panjang, tampak ganjil dilihat dari sudut pandang berbeda dari yang biasanya. Meninggalkan Base-G di belakang, pantai Pasir 2 pun menyambut kami, tersembunyi di balik tebing serta diapit dinding karang. Pesisirnya yang berpasir putih sebetulnya keren. Tapi akses menujunya yang harus menuruni puluhan anak tangga curam, ditambah dasar lautnya yang terlalu banyak karang tajam serta bebatuan membuat kami selalu enggan ke sana. Selepas ke dua pantai tersebut sebenarnya masih banyak pantai lainnya. Bahkan ada yang plus air terjun mini. Tapi kami tidak merapat karena tujuan utama kami sedang menunggu di kejauhan.

SAMSUNG CAMERA PICTURES???????????????????????30 menit berlalu, akhirnya perahu memasuki sebuah teluk kecil dengan lengkungan pasir putih, bagaikan jejeran gigi yang tampak saat tersenyum lebar. Saya dan teman-teman hanya terpongo-pongo menatap pantai ini dari atas perahu. Bentuknya yang unik, dan tersembunyi membuatnya benar-benar eksotis. Airnya pun biru jernih, memperlihatkan gugus batu karang di bawahnya. Kalau sudah melihat yang kayak begini, rasanya pengen loncat saja. Bapak P pun melabuhkan perahu di pesisir ujung kanan, yang mana setelah kami turun, kami langsung berhadapan dengan kolam air tawar yang airnya langsung mengalir ke laut. Beuh! Saya cinta Jayapura dan pantai-pantainya!

SAMSUNG CAMERA PICTURESKami kemudian mengangkat barang bawaan menuju pohon rindang di tengah teluk. Kalau yang lain sibuk foto, saya langsung buka baju, memakai kacamata molo*5, dan menceburkan diri ke dalam air. Ada yang beda dari pantai ini saat saya mengeksplorasi alam bawah lautnya. Tak seperti Tablanusu maupun Harlem yang terumbu karangnya tampak seperti nonton film Finding Nemo serta Shark, gugusan karang di sini seperti labirin, dengan luas rata-rata 10 hingga 20 meter serta ketinggian 3-4 meter. Terdapat banyak celah dengan ratusan ikan berwarna-warni berenang di antaranya. Terumbu karangnya sendiri hanya satu macam, berwarna cokelat dan kokoh saat disentuh. Saya pun memberanikan diri berenang di antara celah. Wuihhh, sensasinya beda! Dan lagi saya dapat oleh-oleh beberapa goresan perih di sisi badan akibat menabrak dinding karang :D.

SAMSUNG CAMERA PICTURESPuas berenang, kami pun makan bersama. Seperti biasa, saya masak mie goreng yang sudah menjadi keahlian utama. Kami pun mengajak Bapak P untuk makan bersama dengan menu ala kadarnya. Setelah perut kenyang, kami beramai-ramai menuju kolam air tawar untuk mendinginkan sensasi hangat di kulit akibat air asin. Kata Bapak P, jika mengikuti alur kali, kami akan menemukan air terjun. Tapi, karena tidak ada jalur resmi menuju lokasi, kami memilih untuk berenang saja di kolam. Lagipula sensasi segarnya sama saja. Lantai kolam yang berpasir hitam serta tumpukan bangkai daun yang membusuk membuat kami sulit berjalan karena berasa empuk. Ikan juga ga banyak yang seliweran. Yang jadi atraksi utama adalah batang pohon tumbang besar di tengah kolam—kami berlomba siapa yang paling lama berdiri di atas kayunya yang licin.

P1100578P1100584Saya dan mba Filipin kemudian berjalan di antara bebatuan besar di sisi bukit, meninggalkan Nyonya K, Bang Def, dan Bon-bon yang memilih tidur karena kelelahan berenang. Kami harus ekstra hati-hati melangkah mengingat batunya sangat licin. Terus melangkah naik turun bongkahan batu hingga akhirnya kami mencapai sisi luar teluk yang langsung menghadap Samudera Pasifik. Kami pun duduk di atas batu besar, dan menatap horizon di kejauhan. Ada rasa lapang yang muncul melihat betapa luasnya bumi ini, yang secara tidak langsung memperlihatkan bahwa kami hanya lah makhluk kecil, yang dengan beruntungnya dapat menikmati sisi-sisi paling indah yang tersembunyi.

SAMSUNG CAMERA PICTURESPandanganku tertarik ke arah kepiting-kepiting hitam sebesar kepalan tangan anak SD, berlarian dan bersembunyi saat ombak menerjang. Salah satu dari ribuan makhluk laut yang mempercayakan hidupnya pada luas dan dalamnya lautan, kokohnya dinding karang, serta hangatnya pasir pantai. Katakan lah penyu yang beranak-pinak dan meninggalkan telurnya di bawah pasir. Tak ada lagi selain itu yang ia tinggalkan selain harapan kepada laut bahwa apa yang ia benamkan di sana akan dijaga dan dilahirkan ke dunia, untuk selanjutnya kembali ke dalamnya samudera. Dan semua itu hanya berdasar pada sebuah kepercayaan….ada kah ia salah?

Ya mungkin tindakan kami tak sepenuhnya naif maupun salah memberikan uang sekian Rupiah begitu saja pada seseorang dengan hanya modal saling percaya—dalam hal ini kepada Bapak P. Karena memang niat kami baik, dan kami sadar akan timbal baliknya. Ekspektasi kami sesuai dengan harga yang kami beri, tidak mengharap lebih. Sebab, apa yang kauberi, itu lah yang kauraih. Dan ini lah yang kami dapatkan, pantai pasir putih indah, yang merupakan kembalian yang pantas. Seperti penyu yang mendapat anaknya kembali, walau ia tak tahu dimana mereka berkelana. Yang membedakan kami hanya lah kepada siapa kami percaya: penyu kepada laut tempatnya hidup, sedangkan kami kepada Bapak P yang baru kami kenal. Tapi, seperti yang  disebut tadi, semua kembali kepada niat.

Saya palingkan pandangan pada perahu putih kami yang terombang-ambing di permukaan laut, tersenyum untuk semua yang terjadi pagi ini.

“Ayo kembali ke pantai” ajakku pada mba Filipin yang entah mengapa benar-benar menikmati pemandangan hamparan laut nan luas ini.SAMSUNG CAMERA PICTURES

________________________________________

Terjemahan kata dan dialog dalam logat Melayu Papua:

*1: “Saya yang kemarin datang ke rumah bapak untuk sewa perahu”

*2: “Oh iya. Bagaimana? Sudah siap? Mau dijemput jam berapa?”

*3: “Kami sudah siap, pak. Kami tunggu di pantai DOK 2, tepat di ujung yang ada tangga-tangga”

*4: “Oke. Saya jemput sekarang”

*5: Kacamata snorkeling

33 responses to “Ber-5 ke Pantai Pasir 6

    • hehehehe…sukses deh artikelku bikin ngiler..:D
      saya bantu amin kan ya.
      Trus kalau udah ke Jayapura, jangan lupa kabar-kabari. Semoga saya bisa ajak jalan-jalan. amin

  1. Gila….Bikin Iri saya saja…Jelas bagus lah Pantai di Papua sana. Gue percaya meski kamu gak pake promosi.
    Kalau boleh tau itu pantai di utara nya papua gitu ya?

    Hebat – Pantainya – sangat jernih airnya. Juga masih terjaga alamnya. Belum terjamah sama manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab.

    Sayang ya aku berharap ada foto dasar laut yang katanya bagus kayak dalam film nemo.

    • Hahahahahahahahahaha, iya nih kawan, pantainya memang bagus dan masih sangat alami. Blom terlalu terkomersialisasi. Dan semoga selalu seperti ini. Biar cantiknya ga “ternodai”

      Iya, ini di kawasan Utara Papua. Pantainya bagus semua. Coba baca jurnal saya tentang Bukisi. Pasti lebih tercengang lagi lihat pantainya.

      Kalau di pantai ini ga begitu beragam terumbu karangnya, cuma unik karena kayak labirin. Yang keren itu di Harlem dan Tablanusu. Sayang, saya ga punya kesing kamera bawah air untuk mengabadikan alam bawah lautnya 🙂

  2. Bravo.. Selamat! Tugas anda sebagai Duta Pariwisata Jayapura sukses! Mungkin kalau ada kesempatan ke Jayapura lagi aku harus pulang lebih lama jadi bisa jalan-jalan kesini. Jangan kapok nemenin lagi ya 🙂

    • Terima kasih pujiannya. Harus lebih getol lagi promosinya. Hehehe

      Sip, kalau dapat perjalanan dinas ke JPR lagi, usahakan tinggal bbrp hari lebih lama ya biar aku bisa ajak jalan2 😀

  3. Pingback: Beach Skouw: A Place for a Special Dreamer | Eat, Pray, Travel!

  4. Enaknya maa. Tinggal dekat pantai yang indah2 serasa tinggal di hawaii. Papua itu ternyata indah ya. Cuman mau kesana kalau dari jawa mahal bro. Hehehehe..!!! Usul mas buat tulisan tentang budget ke pantai2 yang mas tulis, dari jakarta tentunya . Hehehehe…!!!

  5. Keren banget tempatnyaaa… Papua keren. Ih, jadi ingat kata mama saya, orang timur wajahnya galak tapi baik. Nggak pake bukti bayar tapi bisa dipercaya, nggak kayak di sini sering senyum manis tapi kadang nipu (nggak semua sih, tapi kebanyakan begitu). 😦
    Tapi saya pikir ada baiknya utk kemajuan pariwisataa di sana, para pemilik perahu pakai bukti bayar, karena khawatirnya ada oknum yg tidak bertanggung jawab bisa2 pemilik perahu yg lain jadi getahnya.
    Usul yg diatas bagus juga tuh, mas, kalau ada tambahan info biaya perjalanan bisa lebih baik. 😀

    • Wah terima kasih pujiannya. Iya, kami di Timur diberkahi dengan wajah agak galak, tapi untuk urusan keramahan, saya berani bilang masih sangat tinggi.
      Terima kasih sarannya. Nanti saya edit artikelnya dan untuk jurnal berikutnya saya sertakan yang disarankan 🙂

      • Bro Ada komunitasx gk y buat travelli g djayapura?
        Sya lg Cari konunitas traveling gtu Dsni,,maklum pendatang n suka bgt ma alam dsni pgen ngebolang,,cmn klo mau pergi sndri msih takut,,,klo boleh saya pgen gabung donk ma komunitas bro utk travelling d skitar jayapura hehe..thx

      • Terima kasih sudah mampir ke blog saya dan selamat datang di Jayapura. Maaf baru ada kesempatan membalas komentarmu, saya baru tiba di Jayapura soalnya. Mengenai komunitas jalan2, saya ga punya, apalagi tergabung di dalamnya. Saya hanya suka jalan2 bersama teman2 dan saudara. Mungkin kalau ada kesempatan, kamu bisa ikutan.

  6. Pingback: Yoo Ramai-ramai ke Pantai Maramai | Eat, Pray, Travel!

  7. haiii kak, saya penghuni baru di jayapura dan excited pengen explore jayapura. bisa minta cp ga buat nanya? medsos atau apa gituu? thank you 🙂

  8. Bro n sis Ada komunitasx gk? Sya pengen ikut gabung donk klo ngebolang hehe,,klo boleh minta contact ya..ato follow IG sya Dian Marwahdani..dtguu kabarx yaa.thx

  9. Pingback: Pesisir Paling Timur Indonesia: Pantai Koya | Eat, Pray, Travel!

Leave a reply to Fier Cancel reply