Bon-bon dan saya sekamar di ujung kiri, Nyonya K dan mba Filipin di tengah, sementara bos besar Mas AG eksklusif dapat yang kanan untuk dirinya sendiri. Kami tak mau berlama-lama di penginapan karena hendak langsung menuju pertunjukan sesungguhnya dari wisata kali ini. Segera setelah menaruh barang, kami kembali ke dermaga dimana Karel sudah menunggu. Asal tau saja, kamar kami tidak bisa dikunci. Tapi kami tidak khawatir ada barang yang hilang, soalnya penduduk setempat sangat menjaga kepercayaan pengunjung. Tahun lalu saja, dompet teman yang tertinggal di kursi depan kamar tidak disentuh sama sekali. Dimana lagi coba bisa berwisata dengan tingkat keamanan setinggi ini?
Perahu pun melaju lagi membelah perairan. Riak air yang tercipta di haluan makin melebar di belakang. Cuaca rupanya sedang mencintai kami hari ini. Langit cerah. Awan berarak-arak. Laut pun berbinar memantulkan sinar mentari. Beuh! Saya sudah ga sabar menceburkan diri di pantai paling oke seJayapura: Drakisi. Jangan berpikiran kalau nama pantai ini adalah kombinasi antara Drakula + Bukisi. Drakisi adalah kampung tetangga yang hanya berisi kurang dari 5 kepala keluarga, berjarak 15 menit dari kampung utama. Tapi di sini lah saingan berat pantai di kepulauan Karibia itu berada!
Seiring mendekati pantai, sang asisten pun melangkah gesit menuju haluan untuk menuntun Karel mengarahkan perahu. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari badan perahu menghantam karang. Setelah belok kiri belok kanan, akhirnya kami merapat. Demi tuhan, seandainya ada kata-kata yang levelnya lebih tinggi dari ‘indah’, ‘cantik’, ‘mengagumkan’, saya yakin itu pun belum bisa untuk menggambarkan pesona pantai ini. Warna pasirnya benar-benar putih hingga menyipitkan mata saking silaunya. Teksturnya pun halus. Kalau saja saya taruh segenggam dalam plastik, terus bawa pulang dan bilang “Ma, nih saya beli tepung”, beliau pasti akan percaya. Kerikil putih yang bersebaran pun mempermanis tampilannya. Untuk warna air, jangan ditanya lah. Saya kehilangan kata-kata untuk itu 😀 . Bagaimanapun, rasa lapar mengalahkan segalanya. Kami menenteng bekal menuju para-para di bawah pohon ketapang, lalu menyantap bersama sambil menikmati pemandangan.
Setelah perut terisi kenyang, kami memutuskan untuk menuju atraksi ke dua sebelum berenang. Bersama, kami menyusuri pantai di antara julangnya pohon kelapa, melewati aliran kali jernih yang mengarah ke laut, memasuki hutan serta kebun, dan sampai lah kami di air terjun setinggi kurang lebih 10 meter. Wow! Paket wisata lengkap bukan? Pantai keren, kali jernih, plus air terjun; semua di satu lokasi! Kami pun ramai-ramai rebutan foto. Di bawah air terjun, di samping, bahkan memanjat. Anehnya, dinding tebing malah kesat, tidak licin sama sekali. Rasanya segar sekali tersiram air sedingin ini di tengah teriknya siang.
Puas dengan air terjun, kami pun kembali ke pantai dan langsung menceburkan diri. Airnya terasa sangat hangat setelah sensasi dingin tadi. Kami berenang cukup lama walaupun tidak begitu menikmati taman bawah air. Di bagian pesisir tidak begitu berwarna terumbu karangnya, walau banyak ikan seliweran. Pun tidak bisa berenang lebih jauh ke laut karena ombak cukup besar. Karel kemudian memberi kode untuk segera bertolak dari Drakisi karena bila air makin surut, perahu akan kesulitan mencari jalan keluar. Gulungan ombak besar menyambut kami seraya perahu meninggalkan pantai. Karel memiliki perhitungan sendiri untuk mengindar dan melewati gelombang. Hingga akhirnya kami berseru saat perahu berselancar di atas ombak. Sungguh menantang! Perahu kemudian diarahkan menuju atraksi ke tiga: Senukisi. Mungkin sampai di sini ada yang bertanya-tanya “kok pada kisi semua?”. Kisi dalam bahasa setempat berarti pasir. Sedang kata depannya saya tidak tau. Yang pastinya nama-nama tersebut memang cocok dengan kenyataannya.
Perahu kembali berlayar di hadapan Bukisi, melewati dinding karang serta perairan yang merupakan spot snorkeling. Katanya di bawah sana ada puing pesawat perang jepang, tapi riak air yang beribu menyulitkan kami untuk melihat. Perahu terus melaju hingga memasuki ceruk melengkung berhias pantai pasir putih lainnya. Dan kerennya, terumbu karang di sini lebih bagus di bawah air yang super duper jernih. Setelah merapat, Karel menyarankan kami untuk berteduh di bawah pohon ketapang yang rindang. Layaknya Drakisi, yang tinggal di sini juga masih bisa dihitung jari. Hanya tampak beberapa rumah. Dan layaknya di Harlem, di sini juga ada laguna dengan warna zamrud yang cantik.
Sedihnya kami tak bisa berlama-lama di sini karena tak lama kemudian beberapa perahu berpenumpang puluhan orang berdatangan. Salah satunya mendekati Karel, membicarakan sesuatu. Karel kemudian menyampaikan pada kami bahwa mereka sedang berduka karena ada anggota masyarakat yang meninggal. Pantas saja ada yang bawa sekop tadi untuk menyiapkan kuburan. Kami tak punya pilihan lain selain menghormati adat setempat dengan langsung cabut kembali ke penginapan.
(Bersambung)
pantai papua tiada duanya
Iya nih. Merasa beruntung saya tinggal di Jayapura 😉
banget
😀
A more fluid and relax piece. As a reader, I am looking forward for more of your postings.
The place is 7th Heaven…. You are very lucky to be in Papua.
I envy you guys. Salam kangen to all.
I really am lucky to be living here. Sure, next posts are just ahead.
Aahhh… Kabitaaaaa…!!!
Heheheheheehheee..sukses bikin teteh kabita 😀
Teteh suka pisan atuda sama alam yg spt itu, trs teu riweuh sama banyak orang…
Wisata ke tempat cantik, tp banyak orang mah ngga suka hehe
Iya teh, saya dan teman2 juga sukanya liburan ke tempat yang belum komersial dan masih sepi. Serasa milik pribadi 🙂
Euuh ada yg ngga pake bajuu…ck..ck..ck.. 🙈🙈🙈
HahahahhahaHhaa…sekalian untuk pemotretan majalah tertentu soalnya *bohongbanget# :p
Jiaaaah poto model jugaa ternyata… Lanjuuuut…!!
*bohong oge teu nanaon* 😀
Bhahahhahahaha…entong hilaf nya teh meuseur majalah nu aya foto abdi *makinNgeyelPlusBasaSunda*
Jadi ketawa baca tulisan bhs Sundana…*teu luluus* 😀
hahahahahahahahaha 😀
Huuush itu ketawanyaaa… *lempar bantal buat nyumpel* 😄😄
Hmhmhmhmhmhmhm *bunyi ketawa sambil tutup mulut# 😀
Haii Fier..
Salam dari Jakarte 🙂
Mantap banget yah pantainyaaa.. 😀 biru bening gitu.. semoga someday bisa ke Papua yaa.. 🙂
Iya, memang keren pantainya. Saya bantu aminkan doanya 😀
Surga bener emang papua ya. Dan luar biasa peran penduduk menjaga kepercayaan. Jadi tenang jalan ke sana.
Iya bro, jadi tenang aja perasaan kalau liburan ke bukisi. Ga khawatir apa2 😀
Ya Tuhan.. Pantainya bagus banget..!!!
Terima kasih pujiannya 🙂
pantainya bagus banget jadi pengen deh ke papua.
semoga suatu saat bisa ke papua. amiin
Makasih nih pujiannya. Saya bantu aminkan bisa main ke Jayapura. Amin 🙂
Laguna dengan bunga merah yang sedang rontok itu, dramatis banget 🙂
Itu bukan bunga, tapi daun pohon ketapang yang memerah sebelum gugur 🙂
Arrrrggghhh… aku ingin sekali ke pantai kaya gitu… naik pohoh kelapa, bikin ayunan dan makan buahnya… pasti seger sekali
hehehehehe, harus bro ke tempat ini. Suasanya bisa bikin bro ga mau pulang 😀
Iya pengin banget…pengin kemah dan nginep di tepi pantai… Biaya ke sana habis berapa mas ya
Duit habis banyak di tiket bro (manggilnya apa nih enaknya, mas Ahsan?). Kan beda harga kalau lagi musim libur. Di Jayapura pun paling habis di biaya transportasi. Total 5 sampe 6 jutaan.
Bro aja… Masih muda he he
Kudu nabung dulu neh… Satu per bulan, 1 tahun baru dapet dua orang… Hmmm…
Saya bantu aminkan ya bro 😀
Pingback: Beach Skouw: A Place for a Special Dreamer | Eat, Pray, Travel!
Pingback: Talassa: Pantai Tak Terencana | Eat, Pray, Travel!